Pernikahan Dalam Islam


PERNIKAHAN DALAM ISLAM
Disusun untuk memenuhi salah satu tugas Seminar Pendidikan Agama Islam
yang diampu oleh Mohamad Ramdan., M. Ag.


index.png

2 C
disusun oleh :
Sri Wildaningsih
15844006
Pipit Herawati
15844007
Ai Nurdaningsih
15844008


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR (PGSD)
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
(STKIP-GARUT)
2017

KATA PENGANTAR


            Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan karunia-Nya kami selaku penyusun dapat menyelesaikan makalah ini sesuai dengan waktu yang diharapkan. Sesuai dengan namanya, tugas ini kami tujukan untuk memenuhi kewajiban kami sebagai pelajar.
            Makalah ini berisi uraian tentang Pernikahan dalam islam yang ditugaskan kepada kami. Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan, namun kami telah mempersiapkannya dengan sebaik mungkin. Dengan kerendahan hati, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun bagi perbaikan serta penyempurnaan penulisan makalah ini untuk tugas selanjutnya. Semoga hasil dari makalah ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak.


Garut,  Juni 2017


Penyusun


DAFTAR ISI
Kata Pengantar............................................................................................... i
Daftar Isi........................................................................................................ ii
BAB I Pendahuluan
A.    Latar Belakang................................................................................... 1
B.     Rumusan Masalah.............................................................................. 1
C.     Tujuan Penulisan...............................................................................  1
D.    Sistematika Penulisan......................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A.    Anjuran dan hukum menikah dalam Islam........................................  3
B.     Kriteria Memilih Calon suami atau Istri............................................  9
C.     Rukun dan Syarat Menikah................................................................ 9
1.      Rukun Menikah...........................................................................9
2.      Syarat-syarat menikah.................................................................14
D.    Hikmah disyariatkannya menikah...................................................... 17
BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan......................................................................................... 19
B.     Saran................................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................           21

 BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Manusia adalah makhluk yang paling sempurna. Namun juga manusia adalah makhluk yang sangat rentan tergoda oleh hal-hal yang ada di dunia yang sementara ini. Dengan manusia, kesempurnaannya mereka mempunyai akal, nafsu, dan pemikiran yang sagat berkembang namun hal tersebut tidsk menjamin bahwa manusia akan menjadi makhluk yang arif dan bijaksana. Dalam kehidupan sehari-hari manusia bahkan dapat bertindak melebihi makluk lain yang istilahnya adalah makhluk yang tidak sempurna. Hal ini menunjukan bahwa manusia begitu mudah terombang-ambing dalam berindak. Manusia membutuhkan lawan jenis untuk menyalurkan nafsu keinginanya dalam membangun ikatan pernikahan untuk menurunkan keturunan yang syah sesuai syariat islam. Oleh karena itu dalam makalah ini disampaikan mengenai “pernikahan dalam islam”.

B.     RUMUSAN MASALAH
1.      bagaimana anjuran dan hukum menikah dalam islam?
2.      Apa kriteria memilih calon istri/suami?
3.      Apa rukun dan syarat menikah?
4.      Apa hikmah disyariatkannya menikah?

C.     Tujuan
1.      Untuk mengetahui bagaimana anjuran dan hukum menikah dalam islam.
2.      Untuk mengetahui kriteria memilih calon istri/suami.
3.      Untuk mengetahui  rukun dan syarat menikah
4.      Apa hikmah disyariatkannya menikah?



D.    Sistematika Penulisan
1.      BAB I PENDAHULUAN
a.       Latar Belakang
b.      Rumusan Masalah
c.       Tujuan
d.      Sistematika Penulisan
2.      BAB II PEMBAHASAN
a.       Anjuran dan hukum menikah dalam Islam
b.      Kriteria memilih calon suami/istri
c.       Rukun dan syarat menikah
d.      Hikmah disyariatkannya menikah
3.      BAB III PENUTUP
a.       Kesimpulan
b.      Saran

















BAB II
PEMBAHASAN
A.           Anjuran dan Hukum Menikah dalam Islam
1.      Pengertian Pernikahan
Kata  nikah  berasal  dari  bahas  arab  nikaahun  yang  merupakan masdar atau kata asal dari kata nakaha. sinonimnya tazawwaja kemudian diterjemahkan dalam bahasa indonesia sebagaimana yang disebut perkawinan.   Sedangkan secara bahasa kata nikah berarti adh-dhammu wattadākhul    (bertindih   dan  memasukkan),oleh karena itu menurut kebiasaan arab, pergesekan rumpun  pohon  seperti pohonbambu  akibat tiupan angin di istilahkan dengan tana> kahatilasyjar (rumpun pohon  itu sedangkawin), karena tiupan angin itu terjadi pergesekan dan masuknya rumpun yang satu keruang yang lain. Perkawinan menurut istilah sama dengan kata nikah. ulama golongan syafiiyah memberikan definisi nikamelihat kepada hakikat dari akad itu bila dihubungkan dengan kehidupan suami istri yang berlaku sesudahnya, yaitu  boleh bergaul sedang sebelum akad berlangsung  diantara   keduanya  tidak  boleh  bergaul.
Definisi-definisi  yang diberikan beberapa pendapat imam mazhab, para mujtahid sepakat  bahwa nikah adalah suatu ikatan yang dianjurkan syariat. Orang yang sudah berkeinginan untuk menikah dan khawatir terjerumus ke  dalam perbuatan zina, sangat dianjurkan untuk melaksanakan nikah. Yang demikian itu adalah lebih utama dari pada haji, sholat, jihat, dan puasa sunnah.Selain itu nikah dalam arti hukum ialah akad (perjanjian) yang menjadikan halal hubungan seksual sebagai suami istri antara seorang pria dan seorang wanita.
Pengertian   perkawinan  menurut    Undang-undang   Perkawinan adalah: Ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk (rumahtangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Dalam Kompilasi HukumIslam (KHI) di Indonesia disebutkan bahwa: Perkawinan menurut hokum Islam adalah “akad yang sangat kuat atau miitsaqon gholiidhon untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah.
Ungkapan akad yang sangat kuat atau miitsaqon gholiidhonmerupakan penjelasan dari Ungkapan ikatan lahir batin” yang terdapat dalam rumusan UU No 1/1974 tentang Perkawinan yang mengandung arti bahwa akad perkawinan bukanlah semata perjanjian yang bersifat keperdataan. Sedangkan ungkapan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah” merupakan  penjelasan  dari ungkapan “Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” dalam rumusan UU No 1/1974 tentang Perkawinan. Hal ini menjelaskan bahwa perkawinan bagi umat Islam adalah merupakan peristiwa agama dan oleh karena itu orang yang melaksanakannya telah melakukan perbuatan ibadah. Oleh karena perkawinan merupakan perbuatan ibadah maka perempuan yang telah menjadi istri merupakan amanah Allah yang harus dijaga dan diperlakukan dengan baik, karena ia diambil melalui prosesi keagamaan dalam akad nikah. Hal ini sesuai dengan hadits Nabi dari Ibnu Abbas.

2.      Dasar Hukum Pernikahan
Dalam pandangan Islam, perkawinan di samping sebagai perbuatan ibadah, ia juga merupakan sunnah Allah dan sunnah Rasul-Nya. Sebagai sunnah Allah, perkawinan merupakan qudrat dan irodat Allah dalam penciptaan alam semesta. Hal ini dapat kita lihat dari rangkaian ayat-ayat sebagai berikut:
Artinya:Dankawinkanlahorang-orangyangsendiriandiantarakamu, dan orang-orangyang laya(berkawin)dari hamba-hamba sahayamu  yang lelaki dan hamba-hambasahayamu  yang perempuan.jika merekmiskin Allah akan memampukan merekadengankurnia-Nya.danAllahMahaLuas(pemberian- Nya)lagiMahamengetahui”.(Q.S.An-Nuur:32).

1.                  Artinya :  Dan di  antara   tanda-tanda kekuasaan-Nyaialah Dia menciptakanuntukmuisteri-isteridarijenismusendiri,supaya kamucenderungdanmerasatenteramkepadanya,dandijadikan- Nya diantaramurasakasihdan sayang.Sesungguhnyapadayang demikianitubenar-benarterdapat tanda-tandabagi kaumyang berfikir.(Q.S.Ar-Ruum:21).14

2.                Sedangkan perkawinan sebagai sunnah rosul dapat dilihat dari

3.                 

4.                beberapahaditsberikut:


َْوَ

جََُِِْْ

َْأوَ

َِ

َِْ

ََاَُِجُوَـََْـَةََءَْاُُِْ

ََِْاَْ

بَِﻟاََََْ



ٌءوِ

ََُُِمِْ

ََِِْـَََِْْْ



Artinya:”Wahaiparapemuda, siapasajadiantarakalianyangtelah memilikikemampuanuntukmenikah,hendaklahdiamenikah; karena menikalebih menundukkanpandangandan lebih menjagakemaluan.Adapunbagisiapasajayangbelummampu menikah,hendaklahiaberpuasa;karenaberpuasaitumerupakan peredam(syahwat)nya.


Anjuran-anjuran Rasulullah untuk Menikah : Rasulullah SAW bersabda: “ Nikah itu sunnahku, barang siapa yang tida suka, bukan golonganku!(HR. Ibnu Majah, dari Aisyah r.a.).

Berkaitan denganhaldiatas, makadisiniperludijelaskanbeberapa hukumdilakukannyaperkawinan,yaitu:
a.       Wajib
Pernikahan wajib apabila seseorang telah cukup matang untuk berumah tangga, baik dilihat dari segi pertumbuhan jasmani maupun dari kesiapan mental, kemampuan membiayai kehidupan rumah tangga, dan supaya tidak terjerumus kepada lubang perzinahan. Allah berfirman dalam surat an-Nur ayat 33 “Hendaklah orang-orang yang tidak mampu kawin menjaga dirinya sehingga Allah mencukupkan mereka dengan karunianya”.

b.  Sunnah
kalau dipandang dari segi pertumbuhan jasmani keingin berumah tangga, kesiapan mental dan kesiapan membiayai kehidupan berumah tangga telah benar-benar ada pada orang yang bersangkutan sebagaimana hadist nabi mengatakan: “Hai pemuda! Siapa saja diantara kamu yang sudah mampu menanggung biaya, maka hendaklah kawin karena kawin itu membatasi pandangan dan menjaga kehormatan.” Dan hadist lain mengatakan bahwa “Demi Allah sesungguhnya saya lebih takut dan lebih takwa kepada Allah (dibanding kalian), tetapi saya berpuasa dan berbuka, saya mengerjakan sholat, tidur dan kawin maka siapa yang berpalng dari sunnahku ini tidak termasuk golonganku.”

c.  Haram

Bagiorangyangtidakmempunyaikeinginandan tidak mempunyaikemampuansertatanggungjawab untukmelaksanakan kewajiban-kewajibandalamrumah tangga,sehinggaapabiladalam melangsungkan  perkawinaakaterlantarlah    diri  dan  istrinya. Termasukjuga jika seseorangkawindenganmaksuduntuk menelantarkanoranglain,masalahwanitayangdikawinitidakdi urus hanyaagarwanitatersebuttidakdapatkawindenganoranglain.

d.  Makruh                                                              

Bagiorangyang mempunyaikemampuanuntukmelakukan perkawinan jugacukupmempunyai  kemampuan  untukmenahandiri sehingga  tidamemungkinkan  dirinya  tergelincir    berbuazina sekiranya  tidak  kawin.  Hanya  saja   orang  ini   tidamempunyai keinginanyangkuatuntukdapatmemenuhikewajibansebagaisuami istriyangbaik.

eMubah

Bagi orang yang  mempunyai kemampuan untuk melakukannyatetapi  apabila tidak melakukannya   tidak khawatir akanberbuatzinadan apabilamelakukannyajuga tidakakan menelantarkan  istriPerkawinan  orang tersebut  hanya didasarkan







untuk   memenuhi   kesenangan   bukan   dengan   tujuan   menjaga kehormatanagamanyadanmembinakeluargayangsejahtera.



B.            Kriteria Memilih Calon Suami/Istri.
Delapan Kriteria Calon suami/Istri berdasarkan ayat-ayat dan hadist-hadits Imam Al-Ghazali RA menyimpulkan dalam buku rahasia rumah tangga harmonis seperti Rasul karangan saiful anwar :
1)      Kuat agamanya (Mutadayyin) dan tidak fasiq
2)      Baik Akhlaqnya
3)      Cantik/tampan rupanya
4)      Masih perawan/jejaka
5)      Subur/berpotensi punya anak
6)      Berasal dari keluarga/keturunan orang yang baik
7)      Bukan dari keluarga dekat sekali

C.    Rukun dan Syarat Menikah
a.       Rukun menikah
Yang dimaksud dengan rukun ialah segala sesuatu yang ditentukan menurut hukum islam yang harus dipenuhi pada saat pernikahan dilangsungkkan. Maksudnya bahwa kalau syarat-syarat pernikahannya telah dipenuhi, maka sebelum melangsungkan pernikahan saat-saat untuk sahnya harus ada rukun-rukun yang perlu dipenuhi.
Dalam buku Ilmu Hukum Karangan R. Abdul Djamali S.M halaman 87 adapun rukun pernikahan mewajibkan adanya :
1)      Calon pengantin pria dan wanita.
Untuk melangsungkan suatu pernikahan diperlukan kehadiran dua calon suami-istri. Dan kedudukannya sebagai calon suami-istri baru, disebut juga calon pengantin.


2)      Wali
Wali adalah orang yang berhak menikahkan anak perempuannya dengan pria pilihannya.
Syarat-syarat yang wajib dipenuhi untuk menjadi seorang wali antara lain :
a)      Islam
b)      Dewasa
c)      Jujur
d)     Baik tingkah lakunya
e)      Mengetahui asas-asas dan tujuan pernikahan
f)       Mengetahui dengan jelas asal-usul calon suami-istri sebagai pengantin

Didalam rukun islam walaupun seseorang telah memenuhi syarat-syarat menjadi wali, tetapi belum tentu dapat menjadi wali pernikahan kalau tidak termasuk pada macam-macam wali.
a)      Wali nasab
Wali nasab adalah wali yang mempunyai hubungan darah dengan calon pengantin wanita baik vertikal maupun horizontal. Adapun wali nasab ini menurut para mazhab urutannya yang berhak mendapat prioritas menikah pada perbedaan. Perbedaan urutan wali nasab sebagai berikut :
a.       Mazhab Syafi’i memberikan urutan :
1.      Bapak, Kakek (Orang tua bapak) dan seterusnya keatas.
2.      Saudara laki-laki kandung sebapak seibu.
3.      Saudara laki-laki sebapak lain ibu.
4.      Keponakan laki-laki dari saudara laki-laki kandung
5.      Keponakan laki-laki dari saudara laki-laki sebapak seterusnya kebawah.
6.      Paman, yaitu saudara dari bapak sekandung
7.      Paman sebapak, yaitu saudara dari bapak sebapak lain ibu
8.      Anak laki-laki paman kandung (saudara sepupu)
9.      Anak laki-laki paman sebapak
b.      Mazhab Hanafi memberikan urutan :
1.      Anak laki-laki, cucu laki-laki dan seterusnya kebawah
2.      Bapak, kakek dan seterusnya kebawah.
3.      Sampai dengan 9 sama dengan mazhab Syafi’i
Selain itu mazhab Hanafi berpendapat bahwa kalau wali pria seperti disebutkan dalam urutan diatas tidak ada (sudah meninggal atau jauh), maka pernikahan itu dapat dilaksanakan oleh wanita dengan urutan sebagai berikut :
1.      Ibu
2.      Ibu dari bapak (nenek)
3.      Anak perempuan
4.      Anak perempuan dari anak laki-laki (Cucu)
5.      Anak perempuan dari keponakan peremupuan
6.      Anak perempuan dari cucu laki-laki
7.      Anak perempuan dari cucu perempuan
8.      Bapak dari ibu (Kakek)
9.      Saudara perempuan kandung
10.  Saudara perempuan sebapak
11.  Saudara seibu dan anak-anaknya
12.  Bibi
13.  Saudara laki-laki dari ibu
14.  Saudara perempuan dari ibu
15.  Anak perempuan dari paman atau bibi dan seterusnya kebawah.
c.       Mazhab Maliki memberikan urutan :
1.      Bapak
2.      Washi, ialah penerima wasiat dari bapak yang meninggal dunia dan tidak ada hubungan darah.
3.      Anak laki-laki walaupun dari zinah
4.      Cucu laki-laki
5.      Saudara laki-laki
6.      Saudara laki-laki sebapak
7.      Anak laki-laki dari saudara sekandung
8.      Anak laki-laki dari saudara bapak.
9.      Kakek (bapak dari bapak)
10.  Paman kandung
11.  Anak kandung dari paman
12.  Paman sebapak
13.  Bapak dari kakek
14.  Paman dari bapak
15.  Orang yang mengasuh calon pengantin wanita.
d.      Mazhab Hanbali memberikan urutan :
1.      Bapak
2.      Washi sesudah bapak meninggal
3.      Kakek (bapak dari bapak) dan seterusnya keatas
4.      Anak laki-laki
5.      Cucu laki-laki dan seterusnya ke bawah
6.      Saudara laki-laki sekandung
7.      Saudara laki-laki sebapak
8.      Anak laki-laki dan saudara kandung
9.      Anak laki-laki dan saudara sebapak
10.  Paman Kandung
11.  Paman sebapak
12.  Anak laki-laki dari paman sekandung
13.  Anak laki-laki dari paman sebapak
14.  Paman dari kakek
15.  Anak laki-laki dari paman kakek
16.  Paman bapak (Saudara kakek) dan seterusnya kebawah


b)      Wali Hakim
Wali hakim adalah wali yang ditugaskan oleh  kepala negara yang beragama islam untuk menikahkan seorang wanita dengan seorang laki-laki pilihannya. Penugasan wali hakim itu dimaksudkan karena bagi setiap wanita yang mau menikah merupakan syarat mutlak pernikahannya dilakukan oleh seorang wali. Kalau wanita itu yatim piatu yang tidak yang tidak mengetahui dan diketahui asal keturunannya, maka hukum islam menegaskan bahwa wali pernikahannya ialah Kepala negara. Tapi sebagai seorang kepala negara, tidak mungkin setiap hari menikahkan wanita di setiap bagian wilayah negara. Karena itu ditetapkan sebagai wali pengganti dan berwenang ialah pejabat kantor urusan agama.

c)      Wali Muhakkam
Wali muhakkam adalah seseorang yang ditunjuk dan dipercayai oleh kedua belah pihak (calon suami-istri) untuk menikahkan ditempat itu asal memenuhi syarat.
Penunjukan dilakukan karena dalam keadaan darurat artinya tidak diperolehi wali nasab dan tidak mungkin dihubungi atau tidak ada wali hakim. Hal ini dapat terjadi, misalnya pernikahan turis, mahasiswa/i yang sedang studi di luar negeri atau tentara dalam peperangan.

3)      Saksi
Saksi terdiri dari dua orang atau lebih yang melihat dan mendengarkan ijab kabul. Tugasnya dalam pernikahan hanya memberikan kesaksian bahwa pernikahan itu benar-benar dilakukan oleh pihak-pihak yang berkeinginan dan menyatakan tegas tidaknya ijab kabul diucapkan.
Kesaksian dalam pernikahan islam didasarkan kepada hadist nabi yang menyatakan “Tidak sah pernikahan kecuali dengan wali dan dua orang saksi”. Dengan hadist nabi selain wali diperlukan  diperlukan pula dua orang saksi dibawa oleh masing-masing pihak asalkan memenuhi syarat-syarat seperti diwajibkan kepada wali. Dua orang saksi hendaknya laki-laki tetapi kalau tidak ada wanitapun diperkenankan hanya jumlahnya harus 4 orang. Dasar hukum perbandingan jumlah itu kalau dilihat dari makna anak kalimat terakhir dari surat (2) Al-Baqarah ayat 228 yang menyatakan : “Perempuan itu mempunyai hak yang sama dengan laki-laki, tetapi laki-laki mempunyai derajat yang lebih tinggi dari perempuan”. Melalui pernyataan inilah ditetapkan perbandingan saksi laki-laki dan perempuan adalah 2:4 kalau perempuan dimintakan menjadi saksi dalam suatu pernikahan.

4)      Akad nikah
Akad nikah adalah pengukuhan janji perkawinan (Pernikahan) sebagai suatu ikatan antara seorang laki-laki dan seorang perempuan secara sah yang diucapkan dengan jelas, meyakinkan dan tidak meragukan. Akad nikah itu dilaksanakan dalam suasana hening dengan pihak wali menyatakan (Ijab) dan dijawab oleh calon suami secara tegas dan jelas dengan menerima (qabul). Ijab kabul itu sifatnya langsung (tidak ditunda-tunda) dan tidak meragukan para saksi.

b.      Syarat menikah
Yang dimaksud dengan syarat adalah segala sesuatu yang telah ditentukan dalam hukum islam sebagai norma untuk menetapkan sahnya pernikahan sebelum dilangsungkan.
Dalam buku Ilmu Hukum Karangan R. Abdul Djamali S.M halaman 83 Syarat-syarat yang perlu dipenuhi seseorang sebelum melangsungkan pernikahan yaitu ada enam, ialah :
a.       Persetujuan kedua belah pihak tanpa paksaan
Calon suami mempunyai dorongan (motivasi) yang sama untuk membentuk suatu kehidupan keluarga. Motivasi mereka itu sebagai persetujuan masing-masing yang diperoleh dengan adanya saling mengerti dan berkeinginan lanjut berpartisipasi dalam membentuk satu keluarga. Dan berkeinginan itu sebagai persetujuan kedua belah pihak baik orang tua maupun orang yang dituakan dalam keluarga masing-masing.
b.      Dewasa
Ukuran kedewasaan seseorang tidak dilihat dari usia melainkan dari kedewasaan fisik dan psikis yang sekurang-kurangnya ada tanda-tanda kematangan diri. Hal ini ditentukan dari mula bekerjanya kelenjar kelamin seseorang. Dan tanda-tanda itu bagi seorang pria sejak pertama kali menghasilkan sperma (baligh) dan bagi seorang wanita sejak mestruasi pertama. Tetapi ukuran itu tidak mutlak, karena yang dimaksud dengan kedewasaan fisik yang ditempuh oleh hukum islam sesuai dengan ilmu kesehatan bagi setiap bangsa yang mungkin ada perbedaannya. Sedangkan kedewasaan psikis dimaksud bahwa bagi para pihak telah memiliki kesehatan mental yang baik, mempunyai rasa tanggungjawab sebagai suami-istri terutama dalam mendidik anak-anaknya dengan wajar dan hormat. 

c.       Kesamaan agama islam
Kedua belah pihak pemeluk agama islam yang sama. Hal ini dimaksud bahwa dalam memelihara keturunan atau mengalahkan salah satu pihak untuk terwujudnya keagamaan keturunan mereka itu.
Bagi seorang wanita islam dilarang melakukan pernikahan dengan pria lain agama dan hukum-hukumnya haram. Larangan itu dimaksud untuk menjaga dan memelihara keturunan yang sah sesuai dengan ajaran islam. Sedangkan bagi seorang pria islam yang kuat imannya diperkenankan melakukan pernikahan dengan seorang wanita lain agama, asalkan bukan  wanita penyembah berhala kecuali bertobat dan bersedia memeluk agama islam.

d.      Tidak dalam hubungan nasab
Yang dimaksud dengan hubungan nasab, ialah hubungan keluarga dekat baik dari pihak ibu maupun bapak. Syarat ini diperlukan karena hubungan darah yang dekat bak secara vertikal maupun horizontal tidak dihendaki, sebab pernikahan dalam keturunan satu daarah masih merupakan satu keluarga besar. Dan kalau dilihat dari dunia kedokteran banyak terjadi kemungkinan-kemungkinan kelainan perkembangan kesehatan dari keturunan itu. sedangkan dari segi psikologi banyak terlihat adanya kelainan psikis dan mental kalau sampai dilangsungkan pernikahan dalam satu hubungan darah.

e.       Tidak ada dalam hubungan rohdhoah
Rodhoah ialah sepersusuan. Maksudnya bahwa antara pria dan wanita yang akan melangsungkan pernikahan itu pernah mendapat air susu satu ibu ketika masih bayi walaupun keduanya orang lain. Antara pria dan wanita haram hukumnya kalau melangsungkan pernikahan. Dalam hubungan rodhoah ini haram juga hukumnya kalau yang menikah saudara-saudara, suami, paman, bibi dan keponakan dari ibu, yang akan menikah dengan anak persusuan.

f.       Tidak semenda (musho haroh)
Artinya kedua calon suami-istri tidak mempunyai hubungan perkawinan seperti antara bapak/ibu dan menantu, anak dan bapak/ibu tiri, anak bawaan dalam perkawinan ibu/bapak.
D.    Hikmah disyariatkannya menikah
Islam menganjurkan menikah. Itu merupakan kabar kembira sebagaimana terdapat dalam Al Qu’an dan As-sunnah, karena nikah berpengaruh besar (secara positif), baik bagi pelakunya, masyarakat maupun seluruh umat manusia. Jadi, banyak sekali hikmah yang terkandung dalam nikah, baik ditinjau dari aspek sosial psikologi maupun kesehatan. Dalam buku Materi Pendidikan Agama Islam Karangan Drs. Supiyana M.Ag dan M. Karman M.Ag adapun hikmah menikah antara lain :
a.       Penyaluran Naluri Seks
Naluri seks merupakan naluri terkuat yang selamanya menuntun jalan keluar. Orang yang tidak bisa mencari jalan keluar untuk memuaskannya, sering mengalami kegoncangan dan kekacauan bahkan tidak jarang seseorang melakukan kejahatan karenanya menikah merupakan jalan keluar yang paling aman untuk menyalurkan naluri seks. Dengan menikah badan menjadi sehat dan segar, jiwa menjadi tenang, mata terpelihara dari melihat hal-hal yang haram (Q.S Al-Rum : 21)

b.      Jalan Mendapatkan Keturunan Yang Sah
Nikah merupakan jalan terbaik untuk mendapatkan keturunan mulia (terhormat). Melalui pernikahan, keturunan menjadi banyak, keturunan menjadi lestari, dan keturunan terpelihara sehingga kelangsungan kehidupan suatu negara atau bangsa dapat terwujud.

c.       Penyaluran Naluri Kebapakan Dan Keibuan
Pada mereka yang telah menikah dan mempunyai anak, naluri kebapakan dan naluri keibuan akan tumbuh saling melengkapi dalam suasa kehidupan kekeluargaan. Ini akan menimbulkan perasaan ramah, saling mencintai, dan saling menyayangi antara satu dengan lainnya.



d.      Dorongan Untuk Bekerja Keras
Orang yang telah sah menikah dan memperoleh anak akan terdorong menunaikan  tanggung jawab dan kewajibannya dengan baik. Sehingga ia akan bekerja keras untuk melaksanakan kewajibannya.

e.       Pengaturan Hak Dan Kewajiban Dalam Rumah Tangga
Melalui perkawinan akan timbul hak dan kewajiban suami-istri secara seimbang juga adanya pembagian tugas antara suami-istri dalam hubungannya dalam pengembangan generasi yang baik dimasa yang akan datang.


BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
1.      Dalam pandangan Islam, perkawinan di samping sebagai perbuatan ibadah, ia juga merupakan sunnah Allah dan sunnah Rasul-Nya. Sebagai sunnah Allah, perkawinan merupakan qudrat dan irodat Allah dalam penciptaan alam semesta.
2.      Delapan Kriteria Calon suami/Istri berdasarkan ayat-ayat dan hadist-hadits Imam Al-Ghazali RA menyimpulkan dalam buku rahasia rumah tangga harmonis seperti Rasul karangan saiful anwar :
a.       Kuat agamanya (Mutadayyin) dan tidak fasiq
b.      Baik Akhlaqnya
c.       Cantik/tampan rupanya
d.      Masih perawan/jejaka
e.       Subur/berpotensi punya anak
f.       Berasal dari keluarga/keturunan orang yang baik
3.      Rukun dan Syarat Menikah
a.       Rukun Menikah
·         Calon pengantin pria dan wanita
·         Wali
·         Saksi
·         Akad Nikah
b.      Syarat Menikah
·         Persetujuan kedua belah pihak tanpa paksaan
·         Dewasa
·         Kesamaan agama islam
·         Tidak dalam hubungan nasab
·         Tidak ada hubungan rodhoah
·         Tidak semenda (mushoharoh)


4.      Adapun hikmah menikah antara lain :
a.       Penyaluran Naluri Seks
b.      Jalan Mendapatkan Keturunan Yang Sah
c.       Penyaluran Naluri Kebapakan Dan Keibuan
d.      Dorongan Untuk Bekerja Keras
e.       Pengaturan Hak Dan Kewajiban Dalam Rumah Tangga

B.     SARAN
Sebagai umat muslim hendaknya kita mempersiapkan diri untuk beribadah kepada Allah Swt menjalankan sunnah nya seperti halnya menikah. Menikah merupakan sunnah Allah dan sunnah Nabi, maka dari itu siapkan mental maupun fisiknya, dan segerakanlah menikah selain untuk menghindari zina juga menjadi ibadah jika dilakukan dengan niat mencari ridho Allah SWT dan memenuhi kewajiban sebagai umat muslim.





DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Syaiful. 2012. Rahasia Rumah Tangga Harmonis seperti Rasul.
PT Niaga Swadaya : Jakarta Barat
Djamali, Abdul. 1992. Hukum Islam. Mandar Maju : Bandung.
Supiyana dan M. Karman. 2004. Materi pendidikan Agama Islam.
PT. Remaja Rosda: Bandung
Rabbani, fahri nabhan. 2010. Dengan keyakinan ilahiyyah aku Menikah. Ali’fatma production : Bandung
Direktorat Perguruan Tinggi Agama Islam. 2004. Islam untuk ilmu hukum. Departemen Agama Republik Indonesia : Jakarta




Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAKALAH KEMAJEMUKAN AGAMA, RAS, DAN ETNIK, PEMBANGUNAN DI INDONESIA

Kriteria Instumen Evaluasi